Friday, October 29, 2010

Aku sedia memeluk Kristian andai kau bisa membuktikan...

by Exco Penerangan dan Penerbitan Badar on Friday, October 29, 2010 at 2:02pm

Lelaki bernama Bisara Sianturi ini bukannya sembarangan lelaki. Dia ialah anak muda yang fanatik dengan agama Prostestan. Apa yang menarik mengenai Bisara ini, ialah percubaannya untuk mempengaruhi sebuah keluarga muslim di Medan, agar menerima ajaran Kristian Prostestan berkesudahan dengan kegagalan. Namun dari ketewasannya berdialog dengan seorang haji, menjadi penyebab dia mendapat hidayah dari Allah SWT.

Bisara Sianturi dilahirkan di Tapanuli Utara pada 26hb Jun 1949... Dia dibesarkan dalam didikan keluarga yang taat penganut Prostestan.

Pada tahun 1968 Bisara telah merantau ke Kota Medan. Nasibnya agak baik kerana berkesempatan berkenalan dengan keluarga Walikota(Datuk Bandar) Medan ketika itu, Ahmad Syah.

Dari kemesraan hubungan itu dia mendapat kesempatan tinggal bersama-sama di rumah keluarga walikota berkenaan. Bisara mengaku, selama tinggal di rumah keluarga walikota tersebut, dia cuba mendakwah anak-anak walikota itu lagu-lagu gereja. Kebetulan anak-anak walikota dekat dengannya dan suka dengan lagu-lagu yang diajarkannya. Sementara walikota sendiri tidak pernah marah kepadanya. Bahkan dia pernah bertanya kepada walikota tentang agama apa yang baik. Walikota itu menjawab, bahawa semua agama itu baik.

Pemikiran terbuka walikota seperti itulah yang membuatnya senang dan berani mengajarkan lagu-lagu gereja kepada anak-anaknya. Menurutnya, kalau orang sudah memeliki pemikiran seperti ini, biasanya akan mudah diajak masuk Kristian.

"Saya berniat mengkristiankan keluarga ini. Pertama-tama melalui anak-anaknya dulu. Makanya saya ajari mereka lagu-lagu gereja. Anehnya, mereka suka sekali dengan lagui-lagu yang saya ajarkan," kenang Bisara Sianturi.

Usaha Bisara untuk mengkristiankan keluarga walikota melalui anak-anaknya ternyata tidak boleh berjalan dengan lancar. Di rumah walikota itu tinggal juga bapa mertuanya, Haji Nurdin. Meskipun walikota tidak merasa keberatan anak-anaknya diajarkan lagu-lagu gereja, tetapi Haji Nurdin tidak suka kalau cucu-cucunya diajarkan lagu-lagu gereja oleh Bisara.

Pada suatu petang, di ruang depan rumah walikota, Haji Nurdin mengajak Bisara untuk bercakap masalah serius. Haji Nurdin yang luas pengetahuan agamanya ini mengajaknya berdialog mengenai agama. Bahkan beliau menawarkan diri untuk masuk Kristian jika Bisara mampu menyakinkan Haji Nurdin melalui hujah-hujahnya.

"Kalau kamu boleh menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan benar, saya berserta keluarga saya seluruhnya dengan ikhlas dan sukarela akan mengikuti kepercayaan kamu," kata Haji Nurdin waktu itu.

Tawaran itu tentu saja menggugat hati Bisara. Dia dengan bersemangat menyanggupinya. Dia mengira akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan Haji Nurdin dengan mudah. Ternyata kemudiannya semua pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Haji Nurdin membuat keyakinnannya terhadap Kristian pula goyah.

"Mana lebih dahulu Tuhan dengan air?" tanya Haji Nurdin.

"Pak Haji ini bercanda. Anak kecil juga bisa menjawab," ucap Bisara.

"Saya tidak bercanda. Kalau kamu boleh menjawapnya, saya dan keluarga akan masuk agamamu!" tegas Haji Nurdin.

"Tentu lebih dahulu Tuhan, kerana Tuhanlah yang menciptakan air," jawab Bisara.

"Kalau begitu, bila Tuhan kamu lahir? Bukankan Tuhanmu, Jesus, lahir pada tahun 1 Masehi? Bukankah tarikh Masehi yang kita pakai sekarang ini mengikuti tarikh kelahiran Jesus? Bukankah sebelum Jesus lahir setelah ada air? Kalau begitu air lebih dulu ada sebelum adanya Tuhanmu?" balas Haji Nurdin. Bisara kebingungan sendiri. Tetapi dia dengan mudah menjawabnya kembali.

"Jesus itu' kan anaknya Tuhan."

"Bukankah dalam ajaran agamamu dikenal ajaran "Trinitas" yang menganggap tiga tuhan, iaitu Tuhan Bapak, Jesus dan Roh Kudus sebagai satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan? Satu bererti tiga dan tiga bererti satu. Kalau demikian, tidak mungkin kita memisahkan Tuhan Bapak, Jesus dan Roh Kudus. Kalau Tuhan Jesus jatuh atau diragukan dengan pertanyaan seperti tadi, bererti yang lain juga ikut jatuh," kata Haji Nurdin.

Bisara tambah bingung. Ianya tidak boleh membantah lagi.

"Yang kedua. Dalam Injil Matius pasal 27 ayat 46, disebutkan bahawa Jesus meminta tolong ketika sedang disalib. Cuba kamu fikir, bagaimana mungkin Tuhan yang Maha Sempurna minta tolong, Kalau Tuhan minta tolong, bererti dia tidak pantas dianggap Tuhan," kata Haji Nurdin.

Kali ini Bisara tambah terkejut. Dia tidak menyangka Haji Nurdin mengerti banyak tentang Injil. Oleh itu, dia tidak mampu menjawab lagi.

Bisara kesal, meskipun semua meresap ke dalam hatinya, tetapi ia tidak menerima begitu saja. Dia balik bertanya kepada Haji Nurdin tentang kebiasaan orang islam menyunat anak-laki-lakinya.

"Saya hairan dengan orang Islam. Katanya Tuhan maha sempurna, apa yang diciptakan oleh Tuhan sudah sempurna, tetapi umat Islam malah merubah ciptaan Tuhan, Bererti orang Islam lebih hebat daripada Tuhan?

"Buktinya, Allah sudah menciptakan lelaki dengan sempurna, mengapa oleh orang islam lelaki itu harus disunat? Bukankah ini bererti orang Islam lebih hebat dari Tuhan?" tanya Bisara.

Terhadap pertanyaan itu, Haji Nurdin tidak hilang akal. Dia meminta anak muda itu untuk diam dulu di tempatnya, sementara beliau sendiri segera pergi ke pinggir jalan.

"Kamu tunggu di sini dulu sebentar. Saya akan kembali lagi cepatnya," jawab Haji Nurdin seraya melangkah keluar rumah. Tidak berapa lama kemudian Haji Nurdin sudah kembali dengan membawa sebiji durian.

"Kamu suka durian?" tanya Haji Nurdin.

"Suka!" jawab Bisara.

"Sekarang kamu makan durian ini, tetapi jangan kamu buka kulitnya," tawar Haji Nurdin.

"Bagaimana mungkin saya makan buah ini tanpa membuka kulitnya?" tanya Bisara.

"Bukankah Tuhan sudah menciptakan durian dengan sempurna seperti itu?" balas Haji Nurdin.

Bisara semakin terkejut. Dia tidak menduga orang tua dihadapannya begitu cerdas dan luas pengetahuannya sehingga sebiji durian boleh dijadikan jawapan terhadap pertanyaannya.

Percakapan dengan Haji Nurdin itu membuat seluruh bangunan keyakinan yang selama ini dipegangnya menjadi rapuh. Dia jadi bimbang. Di tengah kebimbangan itulah hidayah dari Allah datang kepadanya. Dia seolah-olah tersedar dengan semua perkataan Haji Nurdin yang benar itu.

Tetapi Haji Nurdin yang bijak itu meminta kepadanya untuk berfikir masak-masak.

"Sekarang fikirkanlah lagi keyakinanmu masak-masak. Apakah selama ini keyakinan itu benar-benar telah membuat kebahagian dalam hatimu? Kalau pun kamu akan masuk Islam, fikirkan juga masak-masak untung ruginya bagi kamu. Fikirkan apakah Islam boleh membahagiakan kamu? Saya beri tempoh satu minggu bagi kamu memikirkannya. Jangan sampai kamu menyesal nanti!" ujar Haji Nurdin.

"Sebelum saya keluar dari percakapan itu, Haji Nurdin sempat menjelaskan kepada saya bagaimana Islam mengatur kebersihan orang muslim dengan cara beristinjak dan berwudhuk. Dari penjelasan Haji Nurdin tentang istinjak dan wudhuk itu saya semaikn percaya kalau Islam itu agama yang sebenarnya,"
kenang Bisara.

Sebenarnya, sebelum terjadinya dialog dengan Haji Nurdin pun, Bisara sempat dua kali meragukan keyakinan agama lamanya itu.

Pertama, ketika dia masih tinggal di kampungnya, setiap tahun baru di kampungnya diadakan pesta pora. Pada setiap malam tahun baru itu, setiap orang terutama anak-anak muda makan sampai sekenyang-kenyangnya.

Hampir semua orang di kampungnya setiap malam tahun baru jadi mabuk kerana kekenyangan. Bisara yang masih remaja itu sempat berfikir, apakah tidak ada aturan agama yang mengatur ukuran makanan yang boleh dimakan? Saat itulah ia mulai ragu dengan agama yang dianutinya

Kedua, pada satu hari Minggu, dia terlambat datang ke gerejanya... Di tengah jalan di melewati geraja lain. Dia masuk ke gereja itu, tetapi di gereja itu dia tidak boleh melakukan upacara sembahyang, kerana upacara sembahyang di gereja itu berbeza dengan yang biasa dia lakukan di gerejanya.. Keesokan harinya, ia bertanyakan masaalah itu kepada pendetanya.

"Sebenarnya, yang membawa agama ini berapa? Kenapa saya tidak boleh sembahyang di tempat lain?" tanya Bisara kepada pendetanya.

Ternyata pendeta itu tidak dapat menjawabnya. Dia hanya mengatakan bahawa hal seperti itu sudah merupakan peraturan yang tidak boleh dipertanyakan. Bisara kecewa dengan jawapan seperti itu. Tetapi semua peristiwa itu berlalu begitu saja. Dia tidak pernah memperdulikannya lagi. Sampai akhirnya, dia bercakap-cakap dengan Haji Nurdin yang membuat keyakinan mulai runtuh.

Kesempatan yang diberikan oleh Haji Nurdin untuk berfikir itu benar-benar dimanfaatkan oleh Bisara untuk merenungi kembali keyakinan yang selama ini dipeganginya.

Dia ingat betul keterangan yang dijelaskan oleh Haji Nurdin mengenai istinjak dan wudhuk yang merupakan salah satu ketentuan ibadah dalam islam. Dia jadi kagum terhadap ajaran islam yang mengatur umatnya sampai hal-hal yang kecil dan remah tetapi benar-benar bermanfaat bagi kebersihan manusia, baik dari segi fizikal mahu pun segi rohani.

Oleh itu, setelah berlalu masa satu minggu, dia meminta kepada walikota utnuk diislamkan. Walikota segera memanggilkan seorang ulama yang juga teman walikota itu. Bisara sendiri sudah lupa nama Ulama berkenaan.

Akhirnya dengan disaksikan walikota Medan Ahmad Syah, Haji Nurdin dan seorang tokoh Muhammadiyah Ende Pane serta ulama yang mengislamkannya, Bisara pun mengucapkan dua kalimah syahadah.

Setelah selesai mengucapkan syahadah ulama yang mengislamkannya memberikan nama baru kepadanya. Proses pemberian nama itu agak unik. Ulama itu membuka al-Quran yang ada di depannya secara sembarangan. Dari al-Quran itulah diambil nama Mahmud yang ditambahkan pada namanya.

Bahkan ulama itu sampai tiga kali membuka al-Quran dan menemukan nama yang sama iaitu Mahmud. Tetapi Bisara sendiri tidak tahu surah dan ayat berapa yang diambil oleh ulama itu untuk pakai sebagai namanya.

"Ulama itu sampai tiga kali membuka al-Quran secara sembarangan... Tidak ada yang diberi tanda. Tetapi begitu dibuka, selalu yang terbuka muka yang sama. Dari ayat Quran itulah ulama itu memberikan nama Mahmud kepada saya. Saya sendiri tidak tahu surah dan ayat yang mana yang diambil untuk nama saya," Kenang Bisara Mahmud Siantur.

Sejak masuk islam itu, dia belajar dari satu ulama kepada ulama lain. Ternyata memeluk islam bukan perkara mudah yang tidak sebarang cabaran. Sejak dia memeluk Islam berbagai cubaan datang kepadanya.

Setelah tuga bulan memeluk islam, dia ditangkap polis kerana dituduh menghina agama lain dan memecah belah masyarakat.Kejadiannya, pada waktu itu dia diminta untuk berceramah yang isinya menceritakan bagaimana dia sampai memeluk agama Islam.

Ceramah berkenaan diselenggarakan di sebuah lapangan terbuka. Ternyata isi ceramahnya itu membuat penganut agama lain tersinggung. Maka dia pun ditangkap dan dikenakan hukuman penjara selama setahun.

"Saya tidak memfitnah atau memburuk-burukkan agama lain. Saya hanya memaparkan fakta. Saya boleh menunjukkan bukti-buktinya yang boleh dibaca baik dalam al-Quran dan Injil, tidak ada yang bohong. Tapi pihak polis tetap menuduh saya menghina agama lain,"
kenang Mahmud.

Ketika pertama masuk ke dalam kurungan, dia sempat ditawari pembebasan oleh pemeluk agama lamanya, dengan syarat dia bersedia untuk murtad... Tetapi rupanya keyakinannya untuk memeluk Islam sudah teguh, dia menolak tawaran itu dengan tegas.

"Kalau pun kamu beri seluruh kekayaan kamu kepada saya, saya tidak akan mahu kembali kepada agamamu," jawab Mahmud Sianturi pada waktu itu...

Setelah menjalani kehidupan tahanan selama satu tahun, akhirnya dia dibebaskan setelah mendapat jaminan dari Ende Pane, tokoh Muhammadiyah yang pernah menjadi saksi ketika dia memeluk Islam.

Ende Pane juga menawarkan kepadanya sekolah lagi di mana yang dia mahu, sama ada di Medan, Bukit Tinggi atau di tempat lain.

Tawaran itu diterima olehnya. Dia memilih sekolah di Perguruan Islam Menengah Atas Bukit Tinggi. Setelah tamat. dia meneruskan pelajaranya ke Fakuliti Hukum Universiti Muhammadiyah Bukit Tinggi.

Baru sampai tahun tiga di Unervisiti, tahun 1977 dia berhenti kerana bertemu jodoh dengan seorang gadis bernama Siti Syamsiyah Boru Tobing. Selepas itu baru tiga bulan menikmati indahnya dunia perkahwinan, dia kembali ditangkap polis. Seperti pada penangkapan pertama di Medan, di Bukit Tinggi ini pun dia ditangkap dengan tuduhan menghina agama lain dan memecah belah masyarakat.

Dia ditahan selama dua tahun tanpa proses pengadilan. Setelah dua tahun ditahan, barulah kes dirinya disidangkan dan dia dibebaskan kerana didapati tidak bersalah. Di tahanan Bukit Tinggi inilah dia mengaku menghadapi cubaan yang sangat berat. Kalau di Medan dulu dia boleh memanfatkan masa di tahanan untuk menghafal banyak ayat-ayat al-Quran dan mempelajari buku-buku Islam.

Sebaliknya ketika dalam tahanan di Bukit Tinggi dia tidak boleh melakukan apa-apa. Bahkan dia mengaku hampir gila. Mengapa demikian? Ternyata, selama di tahanan Bukit Tinggi, dia disatukan dengan 13 orang gila yang senghaja dikumpulkan dari jalan-jalan di kota Bukit Tinggi. Jangankan untuk menghafal al-Quran, untuk bersolat pun dia sering diganggu oleh orang-orang gila yang menghuni kamar bersamanya.

"Beberapa kali tikar solat saya ditarik ketika saya sedang bersolat. Saya jatuh dan terguling-guling. Saya sendiri hairan, mengapa orang-orang gila itu dimasukan ke dalam sel saya. Terus terang saya hampir jadi gila," kenang ayah dari lima orang anak ini.

Selama memeluk agama Islam, Mahmud Sianturi mengaku disingkirkan oleh ahli keluarganya. Bahkan warisan pun tidak diberikan kepadanya. Meskipun demikian, dia tetap saja menjaga hubungan baik dengan keluarganya. Beberapa tahun setelah masuk Islam, dia sempat pulang ke rumahnya. Semua keluarganya berusaha membujuknya untuk kembali kepada agamanya. Bahkan ibunya sampai menangis di hadapannya, berharap Mahmud Sianturi kembali memeluk agama asal mereka.

Tetapi Mahmud Sianturi tidak mudah goyah. Dia malah mengajak ibu dan bapanya untuk mengikuti agama barunya. Pernah suatu malam dia bangun tengah malam dan berdoa agar Allah SWT menurunkan hidayahnya kepada bapa dan ibunya. Tetapi rupanya ibunya pun bangun pada malam itu dan berdoa kepada Tuhannya agar anaknya mahu kembali semula kepada agamanya yang asal.

Mahmud mangaku sempat sedih ketika ibunya hampir meninggal dunia beliau mengajak ibunya untuk memeluk Islam, tetapi ibunya tetap tidak mahu.

"Waktu itu ibu bilang," biar kamu saja yang memeluk Islam. Ibu biar di sini saja." Terus terang saya sedih waktu itu," kenangnya.

Dari sudut seluruh rangkaian perjalanan hidupnya sebagai muslim yang penuh pelbagai cubaan, Mahmud Sainturi semakin kental keimanannya. Semakin lama, keyakinannya terhadap Islam semakin dalam.

Bahkan dia mengakui Islam telah memberikan kebahagian batin yang tidak ternilai harganya, yang tidak mungkin dia dapatkan pada keyakinan yang lama. Oleh itu, kini dia abadikan dirinya dan seluruh hidupnya untuk dakwah Islam. Dia merasakan bahawa dakwah merupakan suatu kewajipan baginya...

"Islam mampu memberikan kebahagian batin yang sesungguhnya, yang tidak mungkin ternilai harganya, Sejujurnya, agama saya yang lama tidak mungkin mampu memberikan kebahagian itu. "Kalau saya mengejar kekayaan, agama lama saya, saya lebih mudah mengumpulkan harta. Tetapi saya memilih Islam kerana ianya mempu menunjukkan kebenaran dan memberikan kebahagaian sejati bagi saya dan bagi manusia seluruhnya," ujar Mahmud Sianturi.

Thursday, October 28, 2010

Imam Si Pengembala Kibas

Di suatu masa dahulu, terdapat seorang alim ulamak yang tersohor kerana ilmu dan amalannya. Beliau adalah seorang penghafal Al-Quran dan juga penghafal beribu - ribu hadith sahih semenjak kecil lagi. Dan semenjak kecil lagi,beliau telah di hantar oleh kedua ibu dan bapanya untuk menuntut di Mekkah dan Madinah selama berpuluh tahun lamanya. Bapanya juga adalah seorang alim ulamak yang pernah mengembangkan agama Islam sampai ke negara selatan Siam.

Mengikut ceritanya, bapanya adalah orang pertama di zaman moden ini yang bukan daripada warga Arab Saudi diberi penghargaan mengimamkan solat fardhu di Masjidil Haram, Mekkah. Nak dijadikan cerita, pada suatu masa, alim ulamak tersebut telah jatuh sakit lalu tidak dapat untuk mengimamkan solat fardhu di suraunya.

Maka tiba - tiba datanglah seorang yang berpakaian buruk (seolah - olah kelihatan tidak siuman) sejurus sebelum solat fardhu di laksanakan. Alim ulamak tersebut telah meminta supaya orang yang berpakaian buruk tersebut untuk menggantikannya menjadi imam! Setelah solat fardhu selesai, maka orang yang berpakaian buruk tersebut telah memohon untuk mengundur diri.

Kelihatan senyuman terukir pada wajah murid – murid alim ulamak tersebut kerana semasa sembahyang fardhu tadi, orang yang berpakaian koyak tersebut tidak membaca surah fatihah dan surah yang lain dengan tajwid yang betul.

Mereka tidak biasa dengan keadaan sebegitu kerana guru mereka, yaitu alim ulamak tersebut, adalah seorang yang fasih dalam berbahasa arab serta mempunyai bacaan tajwid yang sungguh baik sekali (maklumlah seorang al-hafiz dan sudah berpuluh tahun belajar di Mekkah).

Maka alim ulamak tersebut telah bersalaman dan berpelukan dengan orang yang berpakaian buruk tersebut sebelum orang yang berpakaian buruk meninggalkan surau. Setelah itu, alim ulamak memanggil keseluruh muridnya berkumpul di hadapannya lalu beliau telah bercerita :

Pernah berlaku di suatu kampung di timur tengah dimana terdapat seorang pengembala kibas yang sangat alim, sangat suka merendahkan diri dan suka menolong penduduk kampung sekiranya di minta pertolongan. Cuma yang peliknya, ternakan kibasnya yang di kurung di dalam sebuah kandang yang serdehana besar itu tidak pernah luak walau banyak mana sekalipun orang datang untuk membeli kibas daripadanya. Belilah sampai seratus ekor sekalipun, setelah kibas-kibas tersebut di bawa keluar daripada kandang, yang tinggal di dalam kandang tetap kelihatan sama banyak bilangannya seperti sebelum seratus ekor di bawa keluar daripada kandang!

Maka seluruh alim ulamak penduduk kampung telah beranggapan bahawa pengembala kibas
tersebut adalah seorang aulia' Allah dan mereka telah bermuafakat untuk pergi berjumpa dengan pengembala kibas tersebut dan memohon supaya dia mengimamkan solat dimasjid kerana mereka mahu mengambil berkat menjadi makmum kepada pengembala kibas tersebut.

Hasrat mereka telah di persetujui oleh pengembala kibas. Sembahyangpun di laksanakan di masjid, dan pengembala kibas telah menjadi imam. Malangnya, semasa membaca surah fatihah dan surah berikutnya, bacaan beliau tidak sempurna tajwidnya. Maka setelah selesai sembahyang, seluruh penduduk
kampung telah pulang kerumah masing - masing sambil ketawa terbahak - bahak kerana mereka berfikiran bahawa tanggapan mereka terhadap pengembala kibas sebelum ini sebagai aulia' Allah telah jauh meleset.

Pada malam tersebut, seluruh alim ulamak penduduk kampung telah bermimpi, dan mereka mendapat mimpi yang sama. Datang seorang lelaki yang tinggi dan kacak di dalam mimpi mereka dan lelaki tersebut telah mengatakan bahawa seumur hidup mereka bersembahyang, itulah baru kali pertamanya sembahyang mereka telah diterima Tuhan! Subhanallah!
Keesokan harinya, kesemua alim ulamak penduduk kampung berkumpul dimasjid untuk menunaikan sembahyang subuh dan setelah selesai sembahyang subuh mereka terus menuju ke kandang pengembala kibas. Malangnya, pengembala kibas telah tiada, kandang dan kibasnyapun telah tiada. Bekas kandangpun tiada, seolah – olah kandang kibas tidak pernah wujud!

Setelah selesai menceritakan kisah pengembala kibas, maka kebanyakan anak muridnya telah menangis kerana mereka tahu mereka telah membuat kesalahan kerana telah mendahalui Allah dengan merendahkan amalan makhluk Allah yang lain, sedangkan mereka sendiri tidak tahu akan
kedudukan mereka di sisi Allah.

Allah Ta'ala telah berfirman yang sekira – kira bermaksud :

"Janganlah engkau semua melagak - lagakkan dirimu sebagai orang suci. Allah adalah lebih mengetahui kepada siapa yang sebenarnya bertaqwa."
(SurahAn-Najm : 32)

"Janganlah engkau memalingkan muka dari para manusia sebab kesombangan dan janganlah berjalan di bumi dengan takabbur, sesungguhnya Allah itu tidak suka kepada setiap orang yang sombong dan membanggakan diri."
(Surah Luqman 18)


Ku Hilang Dalam Ramai


Dalam keramaian itu, aku merasakan gegak gempita suara orang –orang yang leka dengan kesibukan dunia, suka pada kefasikan dan kefakiran hati budi. Dari situ aku melewati mereka dalam keramaian. Kewujudanku seolah-olah tidak diperasankan oleh sesiapa jua orang yang berada di situ. Sungguhpun ramai di antara mereka adalah kenalanku sendiri.

Aku berjalan dan terus berjalan. Sehingga akhirnya aku tiba di suatu persimpangan. Aku memperlahankan langkahku. Demi memilih simpang yang manakah akan ku tuju, aku melihat ramai diantara mereka memilih jalan itu. Lalu aku pun melalui jalan yang mereka lalui itu dengan harapan mereka dapat membawa aku bersama mereka.

Dipertengahan jalan, aku merasakan jalan yang ku lalui semakin sempit. Sempit dengan ramai manusia yang pelbagai ragamnya. Dadaku menjadi sempit, sesempitnya jalan itu. Nafas kian sesak dan aku ingin mencari jalan keluar. Aku mahu keluar daripada kesempitan dan kesesakan itu.

Dengan nafas yang tersekat-sekat aku meneruskan perjalanan mencari jalan keluar. Dihadapanku terdapat satu simpang. Dan dihadapan simpang itu ada banyak lagi simpang. Aku buntu memikirkan manakah simpang yang harus aku pilih. Dengan nafas yang kian sesak, aku akhirnya memilih jalan yang kurang dilalui oleh orang ramai. Nafasku kembali pulih.

Namun begitu, perjalanan yang aku lalui ini tidak mudah untukku lalui. Banyak onar duri yang merintangi jalanku. Sesekali kaki ini berdarah dihiris duri-duri. Sesekali langkahku ini tersadung dibatasi akar kayu yang melintang. Aku melihat, ramai diantara mereka yang sama melalui jalan ini telah tersungkur rebah ke bumi. Ada juga diantara mereka yang berputus asa untuk meneruskan perjalanan lagi lalu berhenti sampai disini sahaja. Ada pula diantara mereka yang kembali kejalan yang lama dan ada juga yang memilih simpang yang lain.

Dalam ramai itu, masih ada yang kuat dan tegar dari tusukan duri-duri. Dan ada juga di antara mereka tidak langsung terkena duri mahupun tersadung akar. Tetapi mereka hanya membawa diri mereka tanpa memikirkan orang lain dibelakang mereka. Mereka tergamak hanya mampu melihat penderitaan dan kesakitan yang di alamiku dan orang2 yang senasib denganku. Aku merasa hampa. Tiada tempat untuk bersandar.

Dibawah suatu pohon, kusandarkan tubuhku. Bukan niat untuk berhenti berjalan tapi sekadar menghilangkan lelah dan merawat luka ini sendirian. Air mata menemani duka. Tiada kata yang dapat menggambarkan rasa. Tatkala melihat ramai yang megah berjalan, aku cuba melambai tangan dengan harapan mereka dapat menghulurkan bantuan. Tetapi tiada siapa pun diantara ramai itu yang sudi singgah apatah lagi menghulur tangan.

Aku kembali berdiri, tertingkut-tingkut berjalan dan terus berjalan lagi. Setibanya disuatu simpang, aku tersadung lagi.  Ada dua simpang lewat dihadapanku. Ramai mereka melalui simpang kedua dan kurang yang melalui simpang pertama. Tiba-tiba aku disapa lembut oleh seseorang. Dan dia mengajakku pergi bersamanya. Dia memimpin dan memapahku dan melalui simpang yang pertama itu. Aku memandangnya dengan rasa terharu.

Pada jalan ini, kurasakan damai. Walaupun kurang yang melaluinya namun ia lebih menenangkan. Mereka yang memilih jalan ini saling kenal mengenali, bantu membantu, nasihat menasihati. Setiap orang yang melaui jalan ini, ramah dan mesra. Sungguhpun baru ku kenali tetapi lagak bicara mereka denganku seolah-olah telah lama berkenalan. Tidak seperti orang ramai pada jalan yang kulalui sebelum ini, ramai antara mereka adalah kenalan lama. Tapi lagak bicaranya seperti tidak pernah bersua.

Akhirnya pada jalan ini aku menetapkan perjalananku. Bersama mereka yang sudi memimpin jalanku. Lalu kutinggalkan jalan dahulu. Maka aku hilang dalam ramai itu. Aku meniti perjalananku kini dengan penuh rasa sayu dan terharu. Sungguhpun jalan ini masih terdapat banyak duri tetapi aku mengerti, duri ini adalah penawar segala duka lama. Walaupun sesekali langkahku lemah, namun ada banyak tempat untukku berpaut. Dan jika sesungguhnya jalan ini adalah jalan yang benar, maka aku berharap agar suatu hari nanti aku dapat memimpin yang lain untuk melalui jalan ini…

Hasil Nukilan: Nhazz Ayunie

Saturday, October 23, 2010

Warkah Terakhir Buat Teman


Kelihatan ramai orang yang mengerumuni sesuatu diaras tiga tangga asrama. Fatihah berlari-lari anak menuju kearah kerumunan tersebut. Didalam benak fikirannya hanya terdapat satu nama yang benar-benar membuatkan hatinya tidak keruan. Jauh dari sudut hatinya berdoa semoga orang yang dikerumuni itu bukanlah orang yang singgah dikepalanya itu.
Sesampai sahaja ditempat kejadian, Fatihah menjerit sambil beristighfar. Ternyata benar, tubuh yang terbaring lemah itu adalah orang yang disangkakannya. Fatihah menangis  hiba memanggil-manggil nama itu, namun tiada jawapan yang diterimanya. Hanya senyuman lesu yang sempat dilemparkan kepada Fatihah.
Saat itu, Fatihah tidak lagi dapat menahan takungan air matanya yang sejak tadi telah terempang di dalam kelopak matanya. Ketika dia dikantin, Raihan menyerahkan sepucuk surat yang dikirimkan untuknya. Pantas Fatihah meragut surat itu daripada Raihan dan terus membukanya sambil mengerling kearah sesusuk tubuh yang berlalu pergi dari kantin tersebut menuju ke blok asrama. Sekelip mata, kelibat itu pun hilang dan dengan pantas Fatihah menunpukan anak matanya pada setiap untaian kata yang tercoret pada warkah tersebut.

“ Assalamualaikum, sahabatku. Saat ini ketika awak membaca tulisan ini, mungkin saya sudah tiada disini.Pada hari itu, kita gaduh. Oleh sebab hal yang remeh saja. Tapi kerana nafsu amarah yang membuak-buak, dan rasa kecil hati yang merajai hati, awak tekad untuk tak mahu bercakap dengan saya lagi. Saya rasa sedih sangat. Saya cuba pegang tangan awak dan meminta maaf. Tapi awak tarik tangan awak dan berkata;
“ Eh, dah lah… saya tak nak dengar lah, Awak bukan kawan saya lagi”
Sebaik saja awak pergi, air mata saya terus mengalir tanpa henti.

Kelmarin, saya nampak awak. Awak gembira bersama teman lain. Sedangkan bila terserempak dengan saya, awak langsung tak pandang saya, apatah lagi nak senyum atau menyapa saya. Walhal kita duduk dibawah satu bumbung yang sama, di dalam satu bilik yang sama. Saya nak awak tahu, saya rasa gembira dapat tengok wajah awak walaupun awak tak pernah nak memandang kearah saya lagi.

Petang itu saya pergi beriadah, tapi saya hanya berjalan dan melihat awak berlari dari jauh. Saya merehatkan diri dan duduk dibawah rimbunan pohon. Saat itu,saya teringat, masa dulu, kita berdua sentiasa bersama. Makan bersama, belajar bersama, berjalan beiringan berdua. Setiap perkara yang berlaku, awak bercerita pada saya. Semuanya indah belaka. Saya nak awak tahu, sekarang ini, saya rasa rindu saat-saat kita bersama.

Beberapa malam semenjak kebelakangan ini, dada saya selalu rasa sakit. Saya cuba nak panggil awak, tapi tak berdaya. Beberapa kali, saya cuba nak beritahu awak sebelum ini. Saya nak sangat jumpa dengan awak dan bercakap dengan awak. Saya nak awak tahu, saya sayang sangat pada awak. Walaupun saya bukan lagi kawan awak, tapi awak tetap kawan saya sampai akhir hayat saya. Saya juga nak awak tahu setiap perkara yang berlaku pada saya.

Tiga bulan yang lalu, saya pengsan dirumah. Mak bawa saya berjumpa dengan doktor. Doktor kata, penyakit saya dah berada di tahap kritikal. Perlu pembedahan segera. Tapi saya tak mampu. Keluarga saya orang susah dan saya tak punya ayah. Tinggal mak seorang saja yang menyara keluarga saya. Namun awak tak pernah tahu. Kerana saya pun tak pernah nak beritahu.

Hari ini genap tiga bulan kita tidak bertegur sapa. Awak hanya membawa diri awak sendiri. Namun saya masih setia menanti. Andai kata awak sudah bersedia menerima saya semula. saya benar-benar mahu sangat bercakap dengan awak. Dan akhirnya saya memulakan bicara.
“ Awak, boleh tak saya nak jumpa awak lepas balik kelas nanti? Saya ada perkara nak beritahu awak. Penting”
Awak hanya diam dan tunduk membisu lalu pergi begitu saja.

Pada saat ini, saya sedang menantikan kehadiran awak. Saya benar-benar nak berjumpa dengan awak. Namun, saya tak dapat teruskan lagi. Saya terpaksa pergi dulu. Saya tak mahu awak cari saya kemudian hari. Saya nak beritahu, petang nanti akan ada orang yang datang mengambil saya pergi. Saya dah tak boleh duduk sini lagi. Saya tak mahu menyusahkan awak lagi sebab selama ini keluarga awak yang membiayai kos pelajaran saya. Saya nak ucap terima kasih pada awak. Saya terhutang budi dengan keluarga awak.Saya maafkan awak dan saya harap awak dapat memaafkan saya. Saya doakan awak bahagia didunia dan akhirat.

Salam sayang,
Hazirah
(Hazirah Ilyani)


Empangan air mata Fatihah pecah dan tersimbah ke pipinya. Dirangkulnya erat tubuh itu sambil teresak-esak.
“ Maafkan saya, Nini. Maafkan saya. Maafkan saya….” Tangis Fatihah dalam kekesalan.
Melihatkan keadaan tubuh itu yang semakin lesu dan nazak, Fatihah pun mengajarkan ucapan kalimah syahadah. Tersenggut-senggut dia berusaha untuk menyahut kalimah tersebut. Dan akhirnya terus melelapkan mata.

“Sewaktu menaiki tangga asrama, mata saya berpinar. Pandangan jadi kabur. Akhirnya saya pengsan. Saya terasa tubuh saya diangkat. Kemudian saya dengar suara awak. Saya gembira kerana awak sudi bercakap dengan saya. Tapi saya tak mampu membalas. Orang yang dijanjikan untuk mengambil saya telah sampai. Dan akhirnya dia membawa saya pergi. Sebelum itu, saya sempat menitipkan surat buat awak.
Dan ternyata surat itu adalah warkah terakhir saya buat awak…”

Sekalian yang mengerumuni tadi cuba untuk memujuk Fatihah. Beberapa orang daripadanya telah pergi menemui penyelia asrama untuk memberitahu tentang kejadian yang telah berlaku. Akhirnya mayat jenazah di angkat masuk ke dalam ambulans dan terus dibawa ke hospital sebelum dituntut oleh keluarga jenazah untuk dikafankan dan di kebumikan.

Dalam Dakapan Illahi

By: Nhazz Ayunee

Saat kejahilan menyelubungi, aku sendirian terdampar sepi. Tiada teman pendamping diri. Dalam kegelapan aku mencari. Mencari arah dan sinar cahaya agar dapat menerangi jalanku. Dalam kesepian aku mencari teman. Dalam kepayahan aku cuba menggapai awan.

Tatkala diri dalam kesempitan, ramai orang yang mengambil kesempatan. Ini menjadikan aku lebih tertekan. Akhirnya aku rebah. Tatkala mengahapi ujian bertimpa-timpa. Sungguh aku tak mampu menampung ujian itu seorang diri. Diatas sejadah aku rebah. Seorang diri di ruang yang sepi. Menangisi derita dimalam gelita.

Laksana sampan yang tiada kemudi, aku hanyut dibawa arus. Tiba-tiba aku dipukul ombak. Badai datang melanda hatiku saat aku masih tercari-cari kemudi yang hilang. Saat badai mula mereda, aku terdampar di tengah lautan.

Saat itu aku kaku. Kaku melihat luasnya lautan berbanding aku insan kerdil ini hanya seorang. Diatas langit itu bertaburan bintang-bintang. Sang rembulan memantulkan cahayanya. Berbekalkan cahaya itu kemudi sampanku berjaya kutemui.

Laksana itu diriku diumpamakan. Didatangi cahaya yang cerah menerangi jalanku. Tatkala aku datang menyerahkan diri, tiba-tiba aku didampingiNya. Tak Nampak dimata tapi dapat kurasa kewujudan dan kehadiranNya. Hadirnya Dia menemani aku, mendakap erat seluruh tubuhku. Hadirnya Dia menyeka air mataku. Sedu sedan esak tangisku, tatkala menyedari bahawa selama ini Dia sentiasa memerhatiku, memandangku, menyayangiku, dan merinduiku untuk berada diatas sejadahnya.

Bersinar ceria lembaran baruku. Sungguhpun hari-hari yang mendatang ini sarat dengan mehnahnya, namun aku sentiasa tenang. Setiap hariku menantikan Dia. Menanti untuk mengadu denganNya. Lima kali sehari aku bertemu denganNya. Namun rindu masih jua bertakhta untukNya. Dikala merindu aku menyebut kalamNya. Tatkala bertemu pasti aku berdakap denganNya. Dan dalam dakapan itu aku tenang dan lena.